Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Muhammad), dan adalah Kami mengetahui keadaannya. Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya. ”Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya ?” Mereka menjawab, ”Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” Ibrahim berkata, ”Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.” Mereka menjawab, ”Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?” Ibrahim berkata, ”Sebenarnya Rabb-mu adalah Rabb yang menguasai langit dan bumi dan yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.” Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur terpotong-potong, kecuali yang terbesar dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali untuk bertanya kepadanya. Mereka berkata, ”Siapakah yang melakukan perbuatan ini kepada tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zhalim.” Mereka berkata, ”Kami mendengar ada seoang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.” Mereka berkata, ”Kalau demikian maka bawalah dia dengan cara yang bisa dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan.” Mereka bertanya, ”Apakah kamu yang melakukan perbuatan-perbuatan ini kepada tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab, ”Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala-berhala itu jika mereka dapat berbicara.” Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata, ”Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri.” Kemudian kepala mereka menjadi tertunduk lalu berkata, ”Sesungguhnya kamu hai Ibrahim telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” Ibrahim berkata, ”Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak pula memberi mudharat kepadamu. Ah, celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami ?” Mereka berkata, ”Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” Kami berfirman, ”Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” Mereka hendak berbuat makar kepada Ibrahim, maka kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. al-Anbiya’ [21] : 51-70)
Di dalam untaian ayat yang mulia ini banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik, di antaranya adalah;
1. Kecerdasan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam membuktikan kebatilan penyembahan berhala yang ada pada kaumnya. Sehingga beliau mengajukan pertanyaan kepada mereka, ”Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” Patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan kalian sendiri kemudian kalian juga yang menyembahnya. Apakah kelebihannya? Dimanakah letak akal kalian sehingga kalian rela menghabiskan waktu kalian untuk beribadah kepada berhala-berhala itu? Padahal yang menciptakan patung itu adalah kalian. Ini benar-benar aneh bin ajaib; kalian menyembah sesuatu yang kalian pahat dengan tangan kalian sendiri.
2. Kebodohan kaum Nabi Ibrahim dan ketidaksanggupan mereka membatalkan bukti yang diberikan oleh Nabi Ibrahim. Sehingga mereka menjawab pertanyaan di atas dengan jawaban yang tidak berbobot sama sekali. Mereka mengatakan, ”Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” Padahal, semua orang tahu bahwa pendapat orang selain para Rasul tidaklah dapat dijadikan sebagai hujjah secara mandiri atau dijadikan sebagai panutan yang harus diikuti, apalagi dalam hal pokok ajaran agama atau dalam masalah tauhid. Oleh sebab itu Nabi Ibrahim menanggapi ucapan mereka itu dengan mengatakan, ”Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.” Apa yang dilontarkan oleh kaumnya lebih parah kesesatannya daripada kesyirikan yang mereka perbuat. Sebab mereka telah berpegang kepada sesuatu yang tidak layak untuk dijadikan pedoman. Maka siapakah yang lebih sesat daripada orang semacam itu? Maka kaum Nabi Ibrahim telah bergabung dengan rombongan nenek moyang mereka dalam kesesatan yang nyata. Begitulah keadaan orang yang keras kepala.
3. Nabi Ibrahim ‘alaihis salam meruntuhkan alasan para peyembah berhala dengan dalil aqli dan dalil naqli. Adapun dalil ‘aqli yaitu dengan ungkapan beliau, ”Sebenarnya Rabb-mu adalah Rabb yang menguasai langit dan bumi dan yang telah menciptakannya.” Sebab semua orang tentunya sudah mengetahui kalau hanya Allah yang menciptakan semua makhluk; manusia, malaikat, jin, binatang, langit dan bumi. Allah lah yang mengatur itu semua. Maka pantaskah bagi orang yang masih memiliki sedikit akal pikiran untuk menjadikan makhluk yang diciptakan sebagai sesembahan? Padahal makhluk tidak sedikitpun bisa menguasai manfaat atau mudharat, tidak menguasai kehidupan ataupun kematian. Maka akal siapapun tidak ada yang bisa menerima tindakan itu. Sedangkan dalil naqli ialah persaksian beliau sebagai rasul, yaitu ucapan beliau, “Dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.” Itu artinya beliau sebagai rasul telah mempersaksikan bahwa hanya Allah sesembahan yang benar adapun sesembahan selain-Nya adalah batil. Maka persaksian siapa lagi yang lebih tinggi setelah persaksian Allah daripada persaksian para rasul-Nya? Lalu bagaimana lagi jika yang bersaksi ini adalah seorang Ulul ‘Azmi minar rusul? Lalu bagaimana lagi jika yang bersaksi ini adalah seorang Khalil ar-Rahman?!
4. Nabi Ibrahim berhasil membongkar kesesatan pemujaan berhala di hadapan umat manusia. Walaupun sudah sedemikian gamblang bukti yang beliau bawakan, namun ternyata hal itu belum bisa menyadarkan mereka. Maka beliau pun ingin menunjukkan bukti nyata tentang kelemahan berhala-berhala yang mereka sembah. Beliau berkata, ”Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.” Kemudian ketika kaumnya pergi untuk merayakan hari raya dan meninggalkan rumah peribadatan mereka maka Nabi Ibrahim pun mulai menjalankan rencananya. Beliau hancurkan berhala-berhala itu sehinga hancur berkeping-keping, kecuali berhala yang paling besar. Berhala itu tidak beliau hancurkan dengan maksud untuk membuktikan kesesatan kaumnya yang memuja berhala-berhala tersebut. Ketika perbuatan tersebut diketahui oleh kaumnya maka mereka pun langsung menuduh Ibrahim sebagai orang yang zhalim. Padahal sebenarnya tindakan beliau itu telah membuktikan beliau sebagai orang yang benar-benar betauhid dan pembela keadilan sejati. Sesungguhnya yang layak untuk digelari sebagai orang zhalim adalah orang-orang yang menjadikan berhala-berhala itu sebagai sesembahan. Maka Ibrahim pun dibawa untuk diadili di hadapan orang banyak. Agar orang-orang melihat hukuman yang akan dialami oleh orang yang berani menghancurkan berhala sesembahan mereka. Kesempatan inilah yang ditunggu-tunggu oleh Nabi Ibrahim. Beliau ingin agar semua orang tahu tentang kebenaran yang nantinya akan beliau buktikan, sehingga hujjah pun bisa tegak kepada mereka semua. Tibalah saatnya beliau diinterogasi. Mereka bertanya, ”Apakah kamu yang melakukan perbuatan-perbuatan ini kepada tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?” Nabi Ibrahim menjawab, ”Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya,” Bisa jadi berhala yang paling besar itu marah lantas menghancurkan berhala-berhala yang lain disebabkan mereka juga sama-sama disembah bersamanya. Dia mungkin merasa tidak terima dengan hal itu. Berhala yang besar itu mungkin menginginkan agar kalian hanya menyembahnya saja dan tidak menyertakan berhala yang lainnya. Ucapan Nabi Ibrahim ini beliau lontarkan dalam rangka mengalahkan argumen musuh dan membuktikan kekeliruan mereka selama ini. Karena itu lah beliau pun mengatakan kepada mereka, ”Maka tanyakanlah kepada berhala-berhala itu jika mereka dapat berbicara.” Coba tanyakan saja kepada berhala-behala yang dihancurkan itu mengapa kok mereka dihancurkan? Dan tanyakan juga kepada berhala besar yang tidak hancur itu mengapa dia menghancurkan teman-temannya? Kalau berhala-berhala itu bisa berbicara tentunya mereka akan menjawabnya. Padahal Nabi Ibrahim dan kaumnya sama-sama mengerti berhala itu memang tidak sanggup berbicara. Bahkan berhala itu tidak bisa membela dirinya sendiri sehingga hancur berkeping-keping tak berdaya. Maka mereka pun telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata, ”Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri.” Mereka tersadar kalau ternyata selama ini peribadahan mereka kepada berhala adalah sebuah kekeliruan. Mereka sendiri mengakui kezhaliman dan kesyirikan yang telah mereka lakukan. Dengan begitu maka tujuan aksi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam telah tecapai. Dan semestinya kaumnya pun menyadari hal itu dan menerima kebenaran yang beliau dakwahkan. Akan tetapi kesadaran itu tiba-tiba tercabut dari diri mereka. Akal mereka kembali terbalik dan pikiran mereka kembali rusak. Kemudian kepala mereka menjadi tertunduk lalu berkata, ”Sesungguhnya kamu hai Ibrahim telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” Lantas mengapa engkau mengejek kami dengan cara semacam ini? Engkau menuntut kami untuk bertanya kepada berhala padahal kamu pun tahu bahwa ia tidak bisa berbicara? Maka Nabi Ibrahim pun membabat habis alasan mereka dan menunjukkan kesyirikan yang mereka lakukan sebagai sebuah kebodohan yang amat nyata. Beliau berkata, ”Lalu mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak pula memberi mudharat kepadamu. Ah, celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami ?” Habislah sudah alasan yang bisa mereka gunakan untuk melanggengkan kesyirikan. Tidak ada jalan lain bagi mereka untuk membungkam dakwah Nabi Ibrahim kecuali dengan cara kekerasan. Mereka menginstruksikan kepada para tentara kerajaan, ”Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” Sungguh malang orang-orang itu, sungguh malang mereka! Mereka sendiri mengakui bahwa sesembahan-sesembahan mereka membutuhkan pertolongan mereka. Meskipun demikian, mereka masih saja ngotot untuk tetap beribadah kepada berhala yang lemah itu. Sungguh keterlaluan! Dalam kondisi genting semacam itu Allah tidak membiarkan kekasih-Nya dianiaya oleh orang-orang yang bodoh dan tak kenal terima kasih. Allah berfirman, ”Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” Sehingga Nabi Ibrahim pun selamat tanpa ada luka bakar yang tersisa di tubuhnya yang mulia. Mereka mengira telah berhasil membinasakan Nabi Ibrahim bersama dakwahnya. Namun Allah berkeinginan lain. Justru Allah menjadikan para pemuja berhala itu orang-orang yang paling merugi di dunia maupun di akhirat. Wal ‘iyaadzu billaah. (disadur dari Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 525-527)